Tuesday, December 27, 2005

SETOR




Beberapa Alternatif Studi Sastra:

Sebuah Tawaran Studi Sastra Serius?




Judul Buku : Studi Sastra Beberapa Alternatif

Penulis : Tirto Suwondo

Penerbit : Hanindita

Cetakan : I, 2003

Halaman : 180 hlm




Di tengah ekses negatif hiruk-pikuk budaya pop, sindrom voyeurism, konsumerisme, dan dinamika proses produksi (barang-jasa, isu, wacana, pengetahuan) yang mengarah pada proses pendangkalan (banality) potensi kemanusiawian, khususnya apresiasi, kehadiran buku Studi Sastra: Beberapa Alternatif (SSBA) karya Tirto Suwondo (TS) ini cukup melegakan. Paling tidak, tercipta satu ukuran pembanding yang dapat diangkat (di-blow up) sebagai satu isu dalam satu diskursus sastra, atau kemudian terbuka ruang atau wacana apresiasi atau kritik sastra secara serius.

Apa ukuran keseriusan itu? Salah satu jawaban yang yang dapat diberikan, apakah tercipta pemahaman yang lebih baik, semakin mendekati atau menjauhi kebenaran...dengan atau tanpa mengabaikan dimensi estetisnya, keindahan dari cerlang kebenaran (splendor veritatis) (?) Secara meyakinkan, TS mengutip pendapat Popper dalam pendahuluan yang kutip oleh Andre Lefevere (dalam tulisannya yang berjudul A Polemical and Programmatic Essay on Its Nature, Growth, Relevance and Transmission, selanjutnya paradigma pemikiran di dalamnya dijadikan sebagai referensi dalam SSBA ): bahwa tujuan ilmu pengetahuan , termasuk di dalamnya ‘studi sastra’, adalah untuk mencapai suatu kebenaran atau setidaknya yang paling mendekati kebenaran (SSBA. Hlm. 6). Memang, rumusan ini agak bias –apa lagi ketika masuk dalam perdebatan metodologi- ; bisa pula ditafsir secara ambigu: persoalan itu sudah digeluti dan di formulasikan sebelumnya, atau merupakan indikator dari argumentum ad verecordiam. Hal itu memang menimbulkan perdebatan yang cukup panjang; di sini tidak cukup hanya menjadi sebuah catatan yang perlu diingat saja.

Banyak orang berasumsi bahwa ‘keterampilan pragmatik’ dalam memahami dan menguraikan atau kembali menyusun realitas yang yang diobjektivasi dalam suatu rumusan (formulasi) menjadi anak kunci untuk sampai pada cakrawala pengetahuan yang lebih luas. Ini pun tampaknya berlaku hampir sama dalam SSBA. Syarat yang harus dipenuhi adalah kesahihan paradigma yang digunakan –entah tunggal atau jamak. Jelas, kemudian penalaran macam ini bersifat deduktif –pengambilan konklusi tidak langsung, berbijak pada kebenaran tiap premis atau proposisinya. Pemahaman atas metodologi menjadi penting di sini. Padahal, peluang perdebatan metodologi (entah kemudian mengerucut pada perdebatan epistemologi) masih terbuka. Penekanan variabel A,B,C selalu memungkinkan pengabaian variabel D,E,F,dst ; hal ini membuka peluang (ruang) terjadinya perdebatan.

Di sisi lain, metode yang dipakai untuk mendekati suatu kebenaran atas jawaban dari sejumlah persoalan, tak jarang, justru menentukan realitas yang dipahami yang kerap kali berada pada ‘rel lain’ dari kawasan kenyataan. Dalam hal ini, TS telah memberikan rambu-rambu peringatan berkaitan dengan masalah itu pada bagian pendahuluan SSBA misalnya dinamika dialektika ‘tesis antites sintesis’ teori yang dijadikan dasar untuk menjawab persoalan bagaimana posisi teks, pengarang dan pembacanya.; teks bersifat heteronom atau bersifat otonom yang kemudian menentukan posisinya terhadap pengarang maupun pembaca –persoalan yang formulasikan dalam distingsi biner yang jelas sarat akan reduksionisme(?) Secara padat alur kronologisnya (periodisasinya), dipetakan oleh TS dari formalisme sampai dekonstruksi (Lih. SSBA. hlm. 15).

Memang, kemudian, ini hanya menjadi pengantar yang amat singkat untuk menjembatani pemahaman atas beberapa alternatif studi sastra yang ditawarkan TS. Tepatnya, TS menawarkan sepuluh model analisis (apresiasi) sastra –tentu lengkap dengan contoh soalnya- dari studi sosiologis Hippolyte Taine, studi fungsi pelaku dan penyebaran Vladimir Propp, studi struktur aktan dan fungsional A J Greimas, studi struktural dalam aspek sintaksis, semantik dan verbal model Tzvetan Torodov, studi stuktural melaui sistem kode Roland Barthes, strudi struktural antropologis Levi Strauss, studi dialogis Mikhail Bakhtin, studi pragmatik M H Abrams, studi intertekstual Julia Kristeva, sampai pada studi stilistika Wellek & Waren. Jelas, buku ini menjadi amat padat, tetapi bergizi tinggi –baik untuk mempertajam penalaran. Bagaimana bagian detilnya dapat dijelaskan? Tentu, uraian detil atas hal itu dapat dibaca dalam SSBA.